Jombang tak hanya dikenal sebagai Kota Santri, tapi juga Kota Pluralisme. Gus Dur yang dilahirkan dan dimakamkan di Jombang, juga dikenal sebagai Bapak Pluralisme. Di kota ini, aliran Islam yang berkembang juga cukup banyak. Masing-masing kelompok tumbuh berdampingan, meski ada perbedaan dalam penafsiran bahkan implementasi kehidupan sehari-hari. Nyaris tidak pernah terjadi gesekan sedikit pun.
Tak hanya antar pemeluk agama Islam, antar pemeluk agama lain pun toleransi yang tercipta sedemikian harmonis. Bahkan saat Haul Gus Dur digelar, beberapa pemeluk agama lain juga menggelar doa bersama. Seperti yang akan dilakukan pada 7 Desember 2013 mendatang, Haul Gus Dur rencananya juga akan diadakan di Kelenteng Gudo, Jombang. Acara ini rencananya juga akan dihadiri sejumlah pejabat dari Jakarta.
Di Kecamatan Mojowarno, Jombang, bahkan ada gereja tua yang sampai saat ini masih tetap menjalankan tradisi kebaktian dengan peralatan gamelan dan Bahasa Jawa yang terus dijaga keasliannya. Umat Muslim dan Kristen di daerah ini terkenal rukun dan guyup. Satu sama lain tidak saja saling hormat dan menghargai, tapi juga dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dengan saling mengunjungi atau mengirim makanan jika ada salah satu pemeluk agama yang sedang merayakan hari raya.
Integrasi tradisi atau budaya berbeda diintegrasikan sudah sering dilakukan di Jombang. Ketika tradisi itu berkaitan dengan sosial, keduanya melaksanakan ritual secara bersamaan dan di situ tokoh agama Kristen dan ulama Islam bergantian dalam memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tatkala tradisi tersebut hanya bersifat individu, dalam artian tradisi Islam atau tradisi Kristen saja, merekapun akan ikut serta dalam perayaan tersebut sebagai bentuk toleransi antar beragama dan solidaritas sebagai bangsa Indonesia.
Komunitas Kristen di Mojowarno boleh dibilang usianya sama-sama lebih dari satu abad dengan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Jaraknya pun tidak terlalu jauh, mereka hidup berdampingan. Meski begitu mereka tidak pernah terjadi gesekan atau konflik apapun dari perbedaan agama tersebut. Mereka hidup dengan penuh ketenangan dan kedamaian selayaknya saudara. Secara tidak langsung kedua institusi agama ini telah menunjukkan sikap toleransi yang sangat luar biasa
Karena kerukunan antar umat beragama yang ada di Mojowarno, dan juga Komunitas Kristen Mojowarno dengan Pondok Pesantren Tebuireng, maka tidak berlebihan jika ada orang yang berpendapat bahwa Desa Mojowarno dan Desa Tebuireng pantas disebut sebagai Desa Pancasila. Sebab, mereka telah mempraktekkan bhineka tunggal ika yang telah menjadi semboyan bangsa ini dalam kehidupan yang nyata dan kesehariannya.
Arif Syarifuddin, pemerhati budaya dan juga penulis beberapa buku yang tinggal di Jombang, mengatakan bahwa Jombang bisa seperti ini karena peran para tokoh dan pemimpin pada masa lalu yang telah berhasil meletakkan dasar-dasar kerukunan antar umat beragama, seperti KH Hasyim Ashari, pendiri Pesantren Tebuireng dan juga pendiri NU. Setelah Beliau meninggal pun, hal itu masih terus dilakukan anak dan cucu-cucunya, termasuk Gus Dur. Bahkan, saat Gus Dur meninggal, istri dan anak-anaknya juga terus melakukan hal itu.
Sumber : ayogitabisa.com
0 Komentar
Terimakasih telah berkomentar