Apakah KPK, Akan membuktikannya tentang berita tersebut ? atau KPK takut ?
Menurut Juru Bicara ALIPP, Suhada, pada APBD tahun 2011 Atut mengeluarkan kebijakan melalui Bantuan Hibah dengan jumlah fantastis sebesar Rp345 miliar yang dibagikan kepada 221 lembaga atau organisasi.
Selain itu, adapula program Bantuan Sosial senilai Rp51 miliar. Nilai hibah tahun ini kata Suhada jauh lebih besar dari tahun 2010 sebesar Rp240 miliar dan 2009 Rp14 miliar.
Kata Suhada, berdasarkan kajian dan analisa nama organisasi penerima Bantuan Hibah dan Bantuan Sosial, realisasi dan nilai yang dihibahkan ditemukan sejumlah kejanggalan yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
"Kebijakan tersebut dilaksanakan tidak secara transparan, mengingat surat keputusan dan daftar alamat penerima, tidak menggunakan prinsip-prinsip transparansi," tuturnya.
Terdapat sejumlah nama lembaga atau organisasi penerima diduga fiktif dan nepotisme. Lembaga yang patut diduga fiktif dan nepotisme berasal dari keluarga dan kerabat Atut di antaranya PMI Provinsi Banten Rp900 juta yang diketuai oleh adik kandung Atut, Ratu Tatu Chasanah.
"KNPI Banten Rp1,5 miliar diketuai Aden Abdul Khalik yang merupakan adik tiri Atut, HIMPAUDI Rp3,5 miliar diketuai Ade Rossi menantu Atut, Tagana Banten Rp1,7 miliar diketuai Andika Hazrumi yang tak lain anak Atut, GP Anshor Tangerang Rp400 juta diketuai oleh Tanto W Arban menantu Atut," papar Suhada.
Dana Bantuan Hibah lainnya, lanjut Suhada, tidak jelas organisasinya diantaranya TPHD (Umroh) untuk 150 orang yang disebut tokoh yang menghabiskan dana Rp7,5 miliar, Safari Ramadhan menelan biaya Rp3,6 miliar. Padahal daftar penerima Bantuan tegas disebutkan nama organisasi bukan nama kegiatan.
Sayangnya, kata Suhada, kebijakan tersebut dilakukan di atas keterpurukan pembangunan di Banten.
"Mulai dari infrastruktur jalan yang rusak, gedung sekolah dasar ambruk, serta rendahnya pelayanan kesehatan yang nyata-nyata mengesampingkan azas kepatutan dan kepantasan," tuturnya.
Suhada menegaskan, atas kebijakan tersebut diduga terjadi kerugian negara dari dana bantuan hibah senilai Rp88 miliar dan bantuan sosial sebesar Rp49 miliar.
"Kebijakan Atut tersebut telah melanggar Peraturan Mendagri Nomor 32 tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial. Selain itu melanggar UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor pasal 3. Kami meminta KPK segera melakukan proses hukum atas dugaan korupsi tersebut,” tegasnya
KPK Buktikan
Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) melaporkan Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atut diduga melakukan korupsi pada bantuan hibah dan bantuan sosial.Menurut Juru Bicara ALIPP, Suhada, pada APBD tahun 2011 Atut mengeluarkan kebijakan melalui Bantuan Hibah dengan jumlah fantastis sebesar Rp345 miliar yang dibagikan kepada 221 lembaga atau organisasi.
Selain itu, adapula program Bantuan Sosial senilai Rp51 miliar. Nilai hibah tahun ini kata Suhada jauh lebih besar dari tahun 2010 sebesar Rp240 miliar dan 2009 Rp14 miliar.
Kata Suhada, berdasarkan kajian dan analisa nama organisasi penerima Bantuan Hibah dan Bantuan Sosial, realisasi dan nilai yang dihibahkan ditemukan sejumlah kejanggalan yang mengarah pada tindak pidana korupsi.
"Kebijakan tersebut dilaksanakan tidak secara transparan, mengingat surat keputusan dan daftar alamat penerima, tidak menggunakan prinsip-prinsip transparansi," tuturnya.
Terdapat sejumlah nama lembaga atau organisasi penerima diduga fiktif dan nepotisme. Lembaga yang patut diduga fiktif dan nepotisme berasal dari keluarga dan kerabat Atut di antaranya PMI Provinsi Banten Rp900 juta yang diketuai oleh adik kandung Atut, Ratu Tatu Chasanah.
"KNPI Banten Rp1,5 miliar diketuai Aden Abdul Khalik yang merupakan adik tiri Atut, HIMPAUDI Rp3,5 miliar diketuai Ade Rossi menantu Atut, Tagana Banten Rp1,7 miliar diketuai Andika Hazrumi yang tak lain anak Atut, GP Anshor Tangerang Rp400 juta diketuai oleh Tanto W Arban menantu Atut," papar Suhada.
Dana Bantuan Hibah lainnya, lanjut Suhada, tidak jelas organisasinya diantaranya TPHD (Umroh) untuk 150 orang yang disebut tokoh yang menghabiskan dana Rp7,5 miliar, Safari Ramadhan menelan biaya Rp3,6 miliar. Padahal daftar penerima Bantuan tegas disebutkan nama organisasi bukan nama kegiatan.
Sayangnya, kata Suhada, kebijakan tersebut dilakukan di atas keterpurukan pembangunan di Banten.
"Mulai dari infrastruktur jalan yang rusak, gedung sekolah dasar ambruk, serta rendahnya pelayanan kesehatan yang nyata-nyata mengesampingkan azas kepatutan dan kepantasan," tuturnya.
Suhada menegaskan, atas kebijakan tersebut diduga terjadi kerugian negara dari dana bantuan hibah senilai Rp88 miliar dan bantuan sosial sebesar Rp49 miliar.
"Kebijakan Atut tersebut telah melanggar Peraturan Mendagri Nomor 32 tahun 2011 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial. Selain itu melanggar UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor pasal 3. Kami meminta KPK segera melakukan proses hukum atas dugaan korupsi tersebut,” tegasnya
0 Komentar
Terimakasih telah berkomentar