Orang bilang dia Politikus Dinasti Terhebat, keren ya dengan serentetan jabatan dan banyak pencitraan yang dilakukan untuk memperkaya diri melalui Provinsi Banten. Segitu hebatnya ini orang.
Keluarga besar Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menggelar pengajian istighozah di Masjid Darussolichin di Jalan Bhayangkara, Cipocok Jaya, Kota, Serang, Banten, Senin (7/10/2013) pagi.
Ratusan warga terlihat mulai mendatangi masjid yang terletak tepat di depan rumah Ratu Atut. Terlihat pula ratusan pelajar berseragam SMA datang dengan menggunakan mobil angkutan umum.
Para pejabat eselon II di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten juga hadir. Mereka terlihat ke luar dari rumah kediaman Atut di Jalan Bhayangkara Nomor 51, menuju tempat pengajian.
Sekretaris Daerah Provinsi Banten Muhadi mengatakan, ia datang atas undangan keluarga besar Ratu Atut. "Saya datang karena diundang," katanya.
Masjid Darussolichin sendiri dibangun atas biaya dana hibah Pemprov Banten. Belum ada penjelasan tujuan diselenggarakannya pengajian ini.
Saat ini, Ratu Atut sendiri telah dicegah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bepergian ke luar negeri selama 6 bulan. Permohonan pencegahan Atut untuk kepentingan pemeriksaan jika sewaktu-waktu dibutuhkan, setelah adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus dugaan suap penanganan sengketa Pemilukada Kabupaten Lebak, Banten, terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.
Sejak penetapkan Wawan sebagai tersangka dan pencegahannya, Ratu Atut dan sejumlah kerabatnya yang juga pejabat di Banten, tak terlihat. Bahkan, Atut tak hadir dalam acara HUT ke-13 Banten pada Jumat (4/10/2013) lalu.
Hj. Ratu Atut Chosiyah dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1962 di Kampung Gumulung, Desa Kadubeureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Ratu Atut adalah sulung dari tiga bersaudara, putra-putri pasangan Haji Tubagus Chasan Sochib dan Hajjah Wasiah. Ratu Atut menjalani masa kecil, tumbuh dan berkembang bersama lingkungan masyarakat agraris dan agamis. Ia menamatkan Sekolah Dasar di kampungnya dan melanjutkan pendidikannya (SMP, SMA, Perguruan Tinggi) di Kota Bandung.
Di Kota Kembang ini pula, ia mulai merintis bisnisnya: berawal dari usaha kecil-kecilan sebagai supplier alat tulis dan kontraktor, kemudian berkembang pesat ke berbagai bidang, terutama perdagangan dan kontraktor. Sebagai pengusaha, Ratu Atut pernah menduduki sejumlah jabatan prestisius, antara lain: Ketua Kama Dagang dan Industri Daerah (KADINDA) Provinsi Banten, Ketua Asosiasi Distributor Indonesia (ARDIN) Provinsi Banten dan aneka organisasi lain.
Sebagai putri Banten, Ratu Atut merasa terpanggil untuk membangun Provinsi Banten, yang terbentuk pada pertengahan tahun 2001, dengan terlibat langsung sebagai pemegang kebijakan dalam pemerintahan. Ia terjun ke dunia birokrasi dengan mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2002–2007. Dalam pemilihan di DPRD Banten, Ratu Atut bersama calon gubernur Djoko Munandar terpilih untuk memimpin Provinsi Banten. Pada tanggal 11 Januari 2002, Hj. Ratu Atut Chosiyah resmi menduduki jabatan Wakil Gubernur Banten. Dan pada awal tahun 2006, ia dipercaya sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur Banten.
Selama lima tahun Hj. Ratu Atut Chosiyah di pemerintahan, telah banyak pembangunan dan kemajuan di berbagai bidang. Hal itu bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi dan sosial selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi Banten meningkat dari 3,72% menjadi 5,33% di tahun 2002 dan terus meningkat di tahun 2003 dan 2004 yang masing-masing mencapai 5,62% dan 5,81%. Di tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten kembali meningkat sekitar 6%. Bahkan di tahun 2006 Pemerintah Provinsi Banten, dibawah kepemimpinan Plt. Gubernur Hj. Ratu Atut Chosiyah, menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%.
Salah satu proyek andalan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi adalah pembangunan Pelabuhan Bojonegara yang akan melengkapi dua pelabuhan besar yang sudah ada: Pelabuhan Penyembrangan Merak dan Pelabuhan Barang Cigading. Proyek Pelabuhan Bojonegara seluas 350 hektar ini rencanaya akan beroperasi pada tahun 2010 dan akan sangat signifikan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten.
Di tengah kesibukannya, istri H. Hikmat Tomet tak melupakan kodratnya sebagai seorang istri dan seorang ibu yang harus mendidik dan membesarkan ketiga anaknya. Pengakuan atas kesuksesannya sebagai seorang ibu, pengusaha dan pemimpin pemerintahan, tampak dari sejumlah penghargaan yang diterimanya, seperti : “Anugrah Citra Perempuan Indonesia” di bidang sosial dan wirausaha dari Yayasan Pesona Indonesia, serta Anugrah Citra Kartini 2003 dari Yayasan Prestasi Indonesia.
Disamping menggenjot roda perkonomian Banten, Ratu Atut juga sangat memperhatikan pembanguan sektor pedesaan. Beberapa program sektor pedesaan seperti program padat karya dalam bentuk pembangunan jalan lingkungan dan program penyediaan fasilitas air bersih dan sarana Madi Cuci Kakus (MCK) untuk meningkatkan kesehatan masyarakat; program Bantuan Keuangan (fresh money) yang diberikan kepada seluruh desa di Provinsi Banten; program Listrik Desa (Lisdes); serta program bantuan keterampilan dan peningkatan usaha mikro serta usaha kecil di pedesaan.
Di bidang kesehatan, Ratu Atut telah mencanangkan program “Banten Sehat 2008”. Program ini diharapkan nantinya akan mampu menciptakan masyarakat Banten untuk hidup dalam lingkungan yang sehat baik itu secara fisik maupun sehat secara sosial kemasyarakatan. Selain itu program ini juga akan membimbing masyarakat untuk selalu berperilaku sehat. Sementara di bidang lingkungan hidup, Ratu Atut mendorong terciptanya lingkungan yang sehat. Salah satu program nyata telah diluncurkan Pemprov Banten yang bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup yaitu program ”Super Kasih” (Surah Penyataan Kali Bersih). Program ini meyertakan dan mengajak para pengusaha untuk ikut menjaga kebersihan kali Cisadane dan Ciliwung.
Kiprahnya dipucuk pimpinan pemerintahan Banten telah menghantarkannya sebagai sosok perempuan pemimpin yang Cakap, Bijaksana dan Teruji. Dalam pandangan banyak tokoh dan masyarakat Banten, Ratu Atut dinilai sebagai putri asli Banten yang merakyat, toleran, dan relegius. Ia juga dipandang peduli terhadap kelompok masyarakat marjinal, kaum dhuafa serta pejuang hak-hak perempuan. Dalam konteks itu pula khalayak memintanya untuk meneruskan estafet kepemimpinannya. Memenuhi panggilan tesebut dan berpijak pada pemikiran yang mendalam serta panggilan nurani maka dengan segala keikhlasan.
Anugrah Citra Perempuan Indonesia di bidang sosial dan wirausaha dari Yayasan Pesona Indonesia diraih, Anugrah Citra Kartini dari Yayasan Prestasi Indonesia juga disandang. Kini perempuan kelahiran 16 Mei 1962 di Kampung Gumulung, Desa Kadubeureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten yang toleran dan relegius itu akan segera dilantik menjadi Gubernur Banten untuk kedua kali berpasangan dengan H. Rano Karno.
Dunia politik, kepemimpinan dan pemerintahan tak bisa dilepaskan dari Hj. Ratu Atut Chosiyah. Dominasi nama dan kepemimpinannya dengan ragam gaya, pesona serta kesuksesannya telah mengukir namanya sendiri. Itu pula sebabnya Atut, demikian sebutan akrabnya merupakan bagian dari dunia politik, Kepemimpinan dan pemerintahan Indonesia – Banten Khususnya.
Hj. Ratu Atut Chosiyah dengan moda kepemimpinannya telah, tumbuh, berkembang, menciptakan kondisi yang mau tak mau harus memahami wilayah do, yang harus, atau yang don’t, yang ditabukan bagi seorang kepala pemerintahan – Gubernur. Kalau ada yang membedakannya dengan puluhan atau ratusan kepala pemerintahan lainnya, adalah terutama tentang penampilan ramah dengan senyum yang selalu mengembang. Seakan dapat diartikan sebagai simbul keramahan Indonesia.
Dari sini pulalah Atut berkembang, berprestasi bahkan mampu menjadi ikon pemimpin perempuan Indonesia yang mumpuni, dan mendobrak kemapanan yang tak pernah berhenti dengan satu kesuksesan. Daya dorong ini memang tak berhenti dijalani dan dipikirkan seorang Hj Ratu Atut Chosiyah dimanapun berada, karena Atut sosok pemimpin yang konsiten melayani dan berjuang demi kemajuan rakyatnya.
Senyumnya yang selalu mengembang dalam berbagai kesempatan seperti turut membawanya ke puncak keberhasilan. Hingga dalam kurun waktu satu dasa warsa dimulai dari tahun 2002 saat ia menjabat wakil gubernur terpilih dan kemudian menjadi PLT – Pelaksana Tugas (2006) menggantikan Djoko Munandar, nama Hj. Ratu Atut Chosiyah seakan tak tergantikan sebagai pemimpin propinsi Banten yang mumpuni hingga kini. Dengan pengalaman masalalunya yang sukses diberbagai bidang, jadilah kekuatan itu kian menemukan formatnya.
Bersama suami dan ketiga anaknya, kesuksesan itu juga seperti tak ada tandingannya. Terutama dan utama adalah kesuksesannya dalam membina rumahtangga yang sakinah, mawadah, warochmah. Disini pula jutaan rakyat Banten berubah menjadi sahabat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupannya.
Ratu, Ragu, Tabu
Sejarah sepertinya telah mencatat dan akan terus mencatat kiprah, Hj Ratu Atut Chosiyah, sebagai “Ratu’ yang menginspirasi kaum perempuan Indonesia menjadi pemimpin dalam arti sesungguhnya. Bahkan kata Ratu yang mengawali nama Gubernur Banten terpilih 2006 -2011 ini, tampaknya tidak sekadar nama untuk disebut, melainkan juga sekaligus predikat yang mencitrakan kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan provinsi Banten. Karena perempuan kelahiran 16 Mei 1962 ini menjadi “Ratu” yang memelopori kepemimpinan kaum perempuan sebagai Gubernur di Indonesia
Dari sedikit perempuan yang berhasil menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan Indonesia, Hj. Ratu Atut Chosiyah tercatat menjadi satu-satunya perempuan Indonesia pertama yang menduduki jabatan Gubernur. Dan tentunya ini sebuah prestasi yang patut diapresiasi, terlebih karena pendekar Banten ini juga ditakdirkan menjadi “Ibu” untuk membesarkan dan membina provinsi Banten sejak lahir. Tidak berlebihan karenanya bila nama atau predikat “Ratu” itu memang pantas disandangnya.
Terlebih kecocokan antara nama dan predikat itu memang tampak berkaitan erat dengan penampilannya yang selalu terlihat cantik, anggun dan selalu ramah. Perempuan yang bersuamikan Drs H Hikmat Tomet ini, juga selalu terlihat senyum kepada siapa saja yang ditemui. Kapanpun dimanapun, layaknya seorang “Ratu”, perempuan semampai yang toleran namun berwibawa ini juga selalu tampil segar kendati bekerja melakukan pelayanan terhadap rakyat itu sesungguhnya melelahkan.
Memperhatikan penampilan perempuan anggun, aktivis pelestari seni bela diri Banten ini, sesungguhnya tidak berbeda dengan pemimpin lainnya yang harus tahu menegakkan displin kerja, dan memahami wilayah do, yang harus, atau yang don’t, yang ditabukan bagi seorang kepala pemerintahan – Gubernur. Yaitu melayani rakyatnya. Kelebihan yang membedakan dengan pemimpin lainnya adalah penampilannya yang selalu tampak cantik, fresh dan bugar.
Sepertinya Atut tahu persis bagaimana menyembunyikan citra kepamongannya yang berdedikasi dan berkarakter “keras” dibalik kulit wajahnya yang lembut dan putih. Dan karenanya ia selalu tampak sebagai pemimpin yang berwibawa.
Kata-kata dari bibirnya yang terkesan hemat bicara, seperti menunjukkan pengetahuan keberadaan perempuan kelahiran Ciomas, Serang, Banten ini betul-betul sebagai “Ratu” yang harus sedikit bicara banyak bekerja. Kalaupun berbicara seadanya, polos dan tidak dibuat-buat. Pola model komunikasi seperti inilah yang menjadikan perempuan berlatar belakang pengusaha ini, selalu mengedepankan sikap yang jujur. Sehingga kalau harus dinilai, Atut tidak pandai “mengolah” kata-kata untuk mencari alasan pembenaran suatu hal atau sesuatu kejadian. Baginya sedikit bicara banyak bekerja adalah yang utama.
Masyarakat, rakyat Banten karenanya boleh bangga telah “melahirkan” dan memiliki perempuan cantik, cerdas, mandiri dan memiliki dedikasi tinggi atas pekerjaan yang dijabatnya sebagai Gubernur Provinsi Banten hingga kini.
Bahwa untuk pencapain itu tidak semudah membalik telapak tangan – dimana aral melintang, tantangan yang terjal harus ditahlukkan. Dan semuanya seperti sudah dapat teratasi, namun pada awalnya untuk memulai dan memutuskan menjadi seorang birokrat, demikian panjang jalan yang harus ditempuhnya. Atut harus berkonsultasi pada banyak orang. Termasuk tentunya yang utama bertanya pada suami, pada ketiga anaknya, pada orang tua dan pada adik-adiknya. Bahwa suami dan anak-anaknya cukup kooperatif, karena spontan mau mendukung keputusannya, namun TB. Chaeri Wardana – adiknya, dengan serius mengingatkan agar berpikir ulang untuk beralih profesi, karena khawatir Atut akan menyesal masuk ke lingkungan eksekutif. Bahkan adiknya tak yakin Atut akan merasa bahagia dengan pilihan masuk ke dunia birokrat.
Dan kekhawatiran itupun seperti terbukti, meski sekarang keberadaan Atut telah menjadi orang nomer satu di provinsi Banten dan sebagai seorang Ibu bagi provinsi yang dipimpinnya. Namun semua berawal dari sebuah perjuangan keras, dengan keringat dan bahkan tetesan airmata.
Satu hal terpenting dan kini telah menjadi pembelajaran berharga dari perjalanan panjang hidup perempuan lulusan Akuntasi Perbankan ini adalah bahwa perempuan di negeri ini masih harus terhubung dengan kodratnya jika ingin meraih jabatan publik strategis, seperti kepala daerah. Dan itu ia alami sendiri saat mengajukan permohonan menjadi cawagub, Banten tahun 2001 untuk mendampingi Djoko Munadar sebagai cagub.
Pencalonan yang diajukannya langsung diwarnai pro dan kontra. Beberapa ulama menolak kepemimpinan perempuan. Salah satu alasan penolakannya berdasarkan pada kapasitas perempuan yang tidak boleh menjadi imam, sehingga tidak boleh menjadi kepala daerah – wakil sekalipun. Dan itu membuat pedih Atut saat mendengar penolakan sebagian masyarakat Banten saat itu, bahkan Atut sampai meneteskan airmata. Sesaat kemudian penolakan itupun menjadikan ciutnya nyali, Atut seperti menjadi ragu untuk melanjutkan niatnya.
Hingga akhirnya pada suatu kenyataan terdengar berita bahwa tidak semua ulama atau pemimpin pesantren berpandangan demikian. Terbukti pula adanya pemimpin pesantren yang sangat tradisional, bahkan masjidnya diharamkan menggunakan pengeras suara justru tidak menyetujui pandangan yang demikian.
Alhasil pandangan itupun dirasakannya bagai oase di tengah padang pasir. Tulang, daging dan kulit yang sudah lemas tak berdaya, mendadak seperti kokoh dan kuat kembali. Nyalinya yang sempat ciut dan ragu bahkan berubah menjadi keberanian yang luar biasa, hingga pada suatu titik Atut merasa terpanggil untuk membuktikan dirinya berada pada jalur yang benar. Dan akhirnya waktu memang berpihak kepadanya.
Mantan ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadinda) Banten itu berhasil melewati aral dan berhasil menjadi wakil gubernur pertama di Banten mendampingi H. Djoko Munandar, melalui proses yang demokratis. Bahkan kini untuk kedua kalinya terpilih kembali untuk jabatan yang sama – menjadi Gubernur Banten periode 2012 – 2017 berpasangan dengan Rano Karno, yang pelantikannya akan segera dilakukan.
Tentu saja semua itu karena sebagian besar masyarakat, rakyat Banten khususnya masih ingin terus Hj. Ratu Atut Chosiyah berkiprah memperlopori perjuangan emansipasi di Tanah Air. Dan Atut yang tabu menelantarkan jutaan kepercayaan rakyatnya menerima kepercayaan itu. Atas keberhasilan itu, kini biarlah sejarah yang akan mencatat, mengatakan atau mungkin menyebutnya bahwa sesungguhnya Hj Ratu Atut Chosiyah itu adalah perempuan perkasa dari Banten.
Senyum, Sederhana, Sukses
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), senyum didefinisikan sebagai gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit. Dalam teks agama, senyum bernilai ibadah karena dianggap memiliki kesamaan dengan sedekah. Orang telah dianggap bersedekah hanya dengan tersenyum kepada orang lain. Tentu senyum yang dimaksud adalah senyum yang tulus dan murni.
Hj. Ratu Atut Chosiyah dengan hal seperti ini, sadar atau tidak seperti telah selalu menjalaninya. Kepada siapa saja ia seperti selalu tersenyum. Senyum yang tidak dipaksakan, senyum yang tidak dibuat-buat, senyum yang bukan basa-basi, tetapi senyum yang tulus dan menentramkan. Sehingga mampu mencitrakan pesona tersendiri sebagai seorang pemimpin yang mampu menentramkan rakyat dengan senyumannya. Kesimpulannya, kalau ada pejabat yang selalu senyum untuk rakyatnya, maka itu akan menjadikannya pemimpin yang menarik dan sesuatu yang simpatik.
Bahwa sejarah memang telah mencatat, dan akan terus mencatat kiprah Hj. Ratu Atut Chosiyah sebagai perempuan sederhana, religious, berwibawa, penuh pesona yang akan terus memperjuangkan kepemimpinan perempuan dalam politik kekuasaan dengan senyuman, semoga kiprah kali kedua perempuan yang menempuh pendidikan di SMA 12 Bandung ini sebagai Gubernur Banten, memang akan tetap mampu menginspirasi, akan terus menginspirasi kaum perempuan Indonesia di seluruh penjuru Tanah Air, untuk berjuang mengembangkan diri dan tampil menjadi sosok perempuan Indonesia berprestasi, membangun keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara tercinta.
Bahwa tak bisa dipungkiri juga aktivitas yang dilakukan itu takkan pernah mencapai kesuksesan bila tidak didukung oleh peran suami yang selalu mengingatkan, karir boleh diraih sampai ke puncak namun urusan rumah tangga harus tetap mendapat prioritas. Itu adalah sesuatu yang sangat manusiawi dan sederhana. Namun dalam pelaksanaannya memang memerlukan keteguhan yang luar biasa, terlebih karena bagaimanapun Atut juga adalah seorang istri, seorang ibu yang memiliki suami, memiliki anak-anak, yang juga memerlukan perhatian dan kasih sayang.
Kenyataannya, Atut memang terbukti seorang perempuan yang perkasa. Dimana saat Andika dan Andiara masih kecil, Atut mencurahkan sepenuhnya kasih sayang dengan menghentikan seluruh aktivitas dan konsen penuh hanya pada mengurus anak, memandikannya sendiri – hingga hampir tiga tahun tinggal di rumah dan menyusuinya hingga sampai lebih satu tahun. Bahkan keberadaan suaminya yang berprofesi pengusaha dan kerapkali tidak selalu bersama karena proyeknya di luar daerah dan sering menyita waktu, sehingga relatif waktu kebersamaan dengan keluarga sering tersita, tetap dapat diatasi dengan keharmonisan. Keharmonisan yang dijalin bertumpu pada saling pengertian, memberi kepercayaan. Sehingga sikap dan perilaku yang dibangun menghasilkan ketentraman dalam keluarga.
Perempuan yang juga akrab dipanggil “Ibu Ratu” itu, memang contoh sukses perempuan Indonesia yang tidak pernah menunjukkan lelah, mengaduh atau mengeluh, terutama dalam melayani rakyatnya. Walau mungkin ia sangat capai karena kesibukan pekerjaannya, namun semua itu tetap dijalani dengan senyum tulus dan ihlas – sudah sedemikianlah seharusnya pemimpin masa depan bangsa ini.
Sehingga kalau ada pujangga menggambarkan bahwa senyum tulus dan ihlas itu seperti magnet yang mampu memberikan kekuatan menarik perhatian bagi yang memandang. Maka senyum Hj. Ratu Atut Chosiyah itu akan tampak seperti pijaran sinar kemuliaan. Sinar yang mampu memberi terang aura bagi dirinya setidaknya dan perasaan tenteram bagi yang melihatnya. Sehingga disadari atau tidak kalau ada penilaian kerja keras dan perjuangan tak mengenal lelah yang telah menjadikannya sukses menjadi orang nomer satu di provinsi Banten dalam satu dasawarsa belakangan ini
Maka senyum Hj. Ratu Atut Chosiyah bisa diibaratkan sebagai kendaraan atau pahala dari sedekah senyum yang selalu dipancarkan terhadap rakyatnya. Dan ini sungguh merupakan citra tersendiri perempuan Indonesia di mata dunia Internasional
Andai semua pejabat pemerintah negeri ini murah senyum? Alangkah luar biasanya.
Hj. Ratu Atut Chosiyah bagi masyarakat, rakyat Banten khususnya adalah “bunga”. Bunga bangsa yang semerbak harum dan menebar mewangi. Sementara kepemimpinan dan kesuksesannya adalah “roh” kehidupan.
Semoga “bunga dan roh” itu akan terus menebar wangi, hidup dan menghidupi masyarakat, rakyat Banten khususnya yang dengan ketulusan ada di belakangnya.
Dengan senyum Hj. Ratu Atut Chosiyah selalu menyapa sesama, dengan sederhana Hj. Ratu Atut Chosiyah menjalani hidup dan bekerja, dengan sukses Hj. Ratu Atut Chosiyah mempersembahkan untuk rakyat Banten khususnya
Semoga…!
Dari Berbagai Sumber
Pencitraan - Pencitraan Ratu Atut Chosiyah Gubernur Banten
Pertama http://www.tribunnews.com/nasional/2013/10/07/keluarga-besar-ratu-atut-chosiyah-gelar-istighozah Senin, 07 Oktober 2013Keluarga besar Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menggelar pengajian istighozah di Masjid Darussolichin di Jalan Bhayangkara, Cipocok Jaya, Kota, Serang, Banten, Senin (7/10/2013) pagi.
Ratusan warga terlihat mulai mendatangi masjid yang terletak tepat di depan rumah Ratu Atut. Terlihat pula ratusan pelajar berseragam SMA datang dengan menggunakan mobil angkutan umum.
Para pejabat eselon II di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten juga hadir. Mereka terlihat ke luar dari rumah kediaman Atut di Jalan Bhayangkara Nomor 51, menuju tempat pengajian.
Sekretaris Daerah Provinsi Banten Muhadi mengatakan, ia datang atas undangan keluarga besar Ratu Atut. "Saya datang karena diundang," katanya.
Masjid Darussolichin sendiri dibangun atas biaya dana hibah Pemprov Banten. Belum ada penjelasan tujuan diselenggarakannya pengajian ini.
Saat ini, Ratu Atut sendiri telah dicegah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk bepergian ke luar negeri selama 6 bulan. Permohonan pencegahan Atut untuk kepentingan pemeriksaan jika sewaktu-waktu dibutuhkan, setelah adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus dugaan suap penanganan sengketa Pemilukada Kabupaten Lebak, Banten, terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.
Sejak penetapkan Wawan sebagai tersangka dan pencegahannya, Ratu Atut dan sejumlah kerabatnya yang juga pejabat di Banten, tak terlihat. Bahkan, Atut tak hadir dalam acara HUT ke-13 Banten pada Jumat (4/10/2013) lalu.
Pencitraan Kedua Ratu Atut Chosiyah Gubernur Banten
http://ratuatutchosiyah.wordpress.com/perihal/Hj. Ratu Atut Chosiyah dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1962 di Kampung Gumulung, Desa Kadubeureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten. Ratu Atut adalah sulung dari tiga bersaudara, putra-putri pasangan Haji Tubagus Chasan Sochib dan Hajjah Wasiah. Ratu Atut menjalani masa kecil, tumbuh dan berkembang bersama lingkungan masyarakat agraris dan agamis. Ia menamatkan Sekolah Dasar di kampungnya dan melanjutkan pendidikannya (SMP, SMA, Perguruan Tinggi) di Kota Bandung.
Di Kota Kembang ini pula, ia mulai merintis bisnisnya: berawal dari usaha kecil-kecilan sebagai supplier alat tulis dan kontraktor, kemudian berkembang pesat ke berbagai bidang, terutama perdagangan dan kontraktor. Sebagai pengusaha, Ratu Atut pernah menduduki sejumlah jabatan prestisius, antara lain: Ketua Kama Dagang dan Industri Daerah (KADINDA) Provinsi Banten, Ketua Asosiasi Distributor Indonesia (ARDIN) Provinsi Banten dan aneka organisasi lain.
Sebagai putri Banten, Ratu Atut merasa terpanggil untuk membangun Provinsi Banten, yang terbentuk pada pertengahan tahun 2001, dengan terlibat langsung sebagai pemegang kebijakan dalam pemerintahan. Ia terjun ke dunia birokrasi dengan mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Banten periode 2002–2007. Dalam pemilihan di DPRD Banten, Ratu Atut bersama calon gubernur Djoko Munandar terpilih untuk memimpin Provinsi Banten. Pada tanggal 11 Januari 2002, Hj. Ratu Atut Chosiyah resmi menduduki jabatan Wakil Gubernur Banten. Dan pada awal tahun 2006, ia dipercaya sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Gubernur Banten.
Selama lima tahun Hj. Ratu Atut Chosiyah di pemerintahan, telah banyak pembangunan dan kemajuan di berbagai bidang. Hal itu bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi dan sosial selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2001 pertumbuhan ekonomi Banten meningkat dari 3,72% menjadi 5,33% di tahun 2002 dan terus meningkat di tahun 2003 dan 2004 yang masing-masing mencapai 5,62% dan 5,81%. Di tahun 2005 pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten kembali meningkat sekitar 6%. Bahkan di tahun 2006 Pemerintah Provinsi Banten, dibawah kepemimpinan Plt. Gubernur Hj. Ratu Atut Chosiyah, menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6%.
Salah satu proyek andalan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi adalah pembangunan Pelabuhan Bojonegara yang akan melengkapi dua pelabuhan besar yang sudah ada: Pelabuhan Penyembrangan Merak dan Pelabuhan Barang Cigading. Proyek Pelabuhan Bojonegara seluas 350 hektar ini rencanaya akan beroperasi pada tahun 2010 dan akan sangat signifikan mendongkrak pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten.
Di tengah kesibukannya, istri H. Hikmat Tomet tak melupakan kodratnya sebagai seorang istri dan seorang ibu yang harus mendidik dan membesarkan ketiga anaknya. Pengakuan atas kesuksesannya sebagai seorang ibu, pengusaha dan pemimpin pemerintahan, tampak dari sejumlah penghargaan yang diterimanya, seperti : “Anugrah Citra Perempuan Indonesia” di bidang sosial dan wirausaha dari Yayasan Pesona Indonesia, serta Anugrah Citra Kartini 2003 dari Yayasan Prestasi Indonesia.
Disamping menggenjot roda perkonomian Banten, Ratu Atut juga sangat memperhatikan pembanguan sektor pedesaan. Beberapa program sektor pedesaan seperti program padat karya dalam bentuk pembangunan jalan lingkungan dan program penyediaan fasilitas air bersih dan sarana Madi Cuci Kakus (MCK) untuk meningkatkan kesehatan masyarakat; program Bantuan Keuangan (fresh money) yang diberikan kepada seluruh desa di Provinsi Banten; program Listrik Desa (Lisdes); serta program bantuan keterampilan dan peningkatan usaha mikro serta usaha kecil di pedesaan.
Di bidang kesehatan, Ratu Atut telah mencanangkan program “Banten Sehat 2008”. Program ini diharapkan nantinya akan mampu menciptakan masyarakat Banten untuk hidup dalam lingkungan yang sehat baik itu secara fisik maupun sehat secara sosial kemasyarakatan. Selain itu program ini juga akan membimbing masyarakat untuk selalu berperilaku sehat. Sementara di bidang lingkungan hidup, Ratu Atut mendorong terciptanya lingkungan yang sehat. Salah satu program nyata telah diluncurkan Pemprov Banten yang bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup yaitu program ”Super Kasih” (Surah Penyataan Kali Bersih). Program ini meyertakan dan mengajak para pengusaha untuk ikut menjaga kebersihan kali Cisadane dan Ciliwung.
Kiprahnya dipucuk pimpinan pemerintahan Banten telah menghantarkannya sebagai sosok perempuan pemimpin yang Cakap, Bijaksana dan Teruji. Dalam pandangan banyak tokoh dan masyarakat Banten, Ratu Atut dinilai sebagai putri asli Banten yang merakyat, toleran, dan relegius. Ia juga dipandang peduli terhadap kelompok masyarakat marjinal, kaum dhuafa serta pejuang hak-hak perempuan. Dalam konteks itu pula khalayak memintanya untuk meneruskan estafet kepemimpinannya. Memenuhi panggilan tesebut dan berpijak pada pemikiran yang mendalam serta panggilan nurani maka dengan segala keikhlasan.
Pencitraan ketiga Hj. Ratu Atut Chosiyah: Sederhana, Penuh Pesona dan Berwibawa
http://belantaramediaonline.wordpress.com/2012/04/24/hj-ratu-atut-chosiyah-sederhana-penuh-pesona-dan-berwibawa/Anugrah Citra Perempuan Indonesia di bidang sosial dan wirausaha dari Yayasan Pesona Indonesia diraih, Anugrah Citra Kartini dari Yayasan Prestasi Indonesia juga disandang. Kini perempuan kelahiran 16 Mei 1962 di Kampung Gumulung, Desa Kadubeureum, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang, Banten yang toleran dan relegius itu akan segera dilantik menjadi Gubernur Banten untuk kedua kali berpasangan dengan H. Rano Karno.
Dunia politik, kepemimpinan dan pemerintahan tak bisa dilepaskan dari Hj. Ratu Atut Chosiyah. Dominasi nama dan kepemimpinannya dengan ragam gaya, pesona serta kesuksesannya telah mengukir namanya sendiri. Itu pula sebabnya Atut, demikian sebutan akrabnya merupakan bagian dari dunia politik, Kepemimpinan dan pemerintahan Indonesia – Banten Khususnya.
Hj. Ratu Atut Chosiyah dengan moda kepemimpinannya telah, tumbuh, berkembang, menciptakan kondisi yang mau tak mau harus memahami wilayah do, yang harus, atau yang don’t, yang ditabukan bagi seorang kepala pemerintahan – Gubernur. Kalau ada yang membedakannya dengan puluhan atau ratusan kepala pemerintahan lainnya, adalah terutama tentang penampilan ramah dengan senyum yang selalu mengembang. Seakan dapat diartikan sebagai simbul keramahan Indonesia.
Dari sini pulalah Atut berkembang, berprestasi bahkan mampu menjadi ikon pemimpin perempuan Indonesia yang mumpuni, dan mendobrak kemapanan yang tak pernah berhenti dengan satu kesuksesan. Daya dorong ini memang tak berhenti dijalani dan dipikirkan seorang Hj Ratu Atut Chosiyah dimanapun berada, karena Atut sosok pemimpin yang konsiten melayani dan berjuang demi kemajuan rakyatnya.
Senyumnya yang selalu mengembang dalam berbagai kesempatan seperti turut membawanya ke puncak keberhasilan. Hingga dalam kurun waktu satu dasa warsa dimulai dari tahun 2002 saat ia menjabat wakil gubernur terpilih dan kemudian menjadi PLT – Pelaksana Tugas (2006) menggantikan Djoko Munandar, nama Hj. Ratu Atut Chosiyah seakan tak tergantikan sebagai pemimpin propinsi Banten yang mumpuni hingga kini. Dengan pengalaman masalalunya yang sukses diberbagai bidang, jadilah kekuatan itu kian menemukan formatnya.
Bersama suami dan ketiga anaknya, kesuksesan itu juga seperti tak ada tandingannya. Terutama dan utama adalah kesuksesannya dalam membina rumahtangga yang sakinah, mawadah, warochmah. Disini pula jutaan rakyat Banten berubah menjadi sahabat dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupannya.
Ratu, Ragu, Tabu
Sejarah sepertinya telah mencatat dan akan terus mencatat kiprah, Hj Ratu Atut Chosiyah, sebagai “Ratu’ yang menginspirasi kaum perempuan Indonesia menjadi pemimpin dalam arti sesungguhnya. Bahkan kata Ratu yang mengawali nama Gubernur Banten terpilih 2006 -2011 ini, tampaknya tidak sekadar nama untuk disebut, melainkan juga sekaligus predikat yang mencitrakan kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan provinsi Banten. Karena perempuan kelahiran 16 Mei 1962 ini menjadi “Ratu” yang memelopori kepemimpinan kaum perempuan sebagai Gubernur di Indonesia
Dari sedikit perempuan yang berhasil menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan Indonesia, Hj. Ratu Atut Chosiyah tercatat menjadi satu-satunya perempuan Indonesia pertama yang menduduki jabatan Gubernur. Dan tentunya ini sebuah prestasi yang patut diapresiasi, terlebih karena pendekar Banten ini juga ditakdirkan menjadi “Ibu” untuk membesarkan dan membina provinsi Banten sejak lahir. Tidak berlebihan karenanya bila nama atau predikat “Ratu” itu memang pantas disandangnya.
Terlebih kecocokan antara nama dan predikat itu memang tampak berkaitan erat dengan penampilannya yang selalu terlihat cantik, anggun dan selalu ramah. Perempuan yang bersuamikan Drs H Hikmat Tomet ini, juga selalu terlihat senyum kepada siapa saja yang ditemui. Kapanpun dimanapun, layaknya seorang “Ratu”, perempuan semampai yang toleran namun berwibawa ini juga selalu tampil segar kendati bekerja melakukan pelayanan terhadap rakyat itu sesungguhnya melelahkan.
Memperhatikan penampilan perempuan anggun, aktivis pelestari seni bela diri Banten ini, sesungguhnya tidak berbeda dengan pemimpin lainnya yang harus tahu menegakkan displin kerja, dan memahami wilayah do, yang harus, atau yang don’t, yang ditabukan bagi seorang kepala pemerintahan – Gubernur. Yaitu melayani rakyatnya. Kelebihan yang membedakan dengan pemimpin lainnya adalah penampilannya yang selalu tampak cantik, fresh dan bugar.
Sepertinya Atut tahu persis bagaimana menyembunyikan citra kepamongannya yang berdedikasi dan berkarakter “keras” dibalik kulit wajahnya yang lembut dan putih. Dan karenanya ia selalu tampak sebagai pemimpin yang berwibawa.
Kata-kata dari bibirnya yang terkesan hemat bicara, seperti menunjukkan pengetahuan keberadaan perempuan kelahiran Ciomas, Serang, Banten ini betul-betul sebagai “Ratu” yang harus sedikit bicara banyak bekerja. Kalaupun berbicara seadanya, polos dan tidak dibuat-buat. Pola model komunikasi seperti inilah yang menjadikan perempuan berlatar belakang pengusaha ini, selalu mengedepankan sikap yang jujur. Sehingga kalau harus dinilai, Atut tidak pandai “mengolah” kata-kata untuk mencari alasan pembenaran suatu hal atau sesuatu kejadian. Baginya sedikit bicara banyak bekerja adalah yang utama.
Masyarakat, rakyat Banten karenanya boleh bangga telah “melahirkan” dan memiliki perempuan cantik, cerdas, mandiri dan memiliki dedikasi tinggi atas pekerjaan yang dijabatnya sebagai Gubernur Provinsi Banten hingga kini.
Bahwa untuk pencapain itu tidak semudah membalik telapak tangan – dimana aral melintang, tantangan yang terjal harus ditahlukkan. Dan semuanya seperti sudah dapat teratasi, namun pada awalnya untuk memulai dan memutuskan menjadi seorang birokrat, demikian panjang jalan yang harus ditempuhnya. Atut harus berkonsultasi pada banyak orang. Termasuk tentunya yang utama bertanya pada suami, pada ketiga anaknya, pada orang tua dan pada adik-adiknya. Bahwa suami dan anak-anaknya cukup kooperatif, karena spontan mau mendukung keputusannya, namun TB. Chaeri Wardana – adiknya, dengan serius mengingatkan agar berpikir ulang untuk beralih profesi, karena khawatir Atut akan menyesal masuk ke lingkungan eksekutif. Bahkan adiknya tak yakin Atut akan merasa bahagia dengan pilihan masuk ke dunia birokrat.
Dan kekhawatiran itupun seperti terbukti, meski sekarang keberadaan Atut telah menjadi orang nomer satu di provinsi Banten dan sebagai seorang Ibu bagi provinsi yang dipimpinnya. Namun semua berawal dari sebuah perjuangan keras, dengan keringat dan bahkan tetesan airmata.
Satu hal terpenting dan kini telah menjadi pembelajaran berharga dari perjalanan panjang hidup perempuan lulusan Akuntasi Perbankan ini adalah bahwa perempuan di negeri ini masih harus terhubung dengan kodratnya jika ingin meraih jabatan publik strategis, seperti kepala daerah. Dan itu ia alami sendiri saat mengajukan permohonan menjadi cawagub, Banten tahun 2001 untuk mendampingi Djoko Munadar sebagai cagub.
Pencalonan yang diajukannya langsung diwarnai pro dan kontra. Beberapa ulama menolak kepemimpinan perempuan. Salah satu alasan penolakannya berdasarkan pada kapasitas perempuan yang tidak boleh menjadi imam, sehingga tidak boleh menjadi kepala daerah – wakil sekalipun. Dan itu membuat pedih Atut saat mendengar penolakan sebagian masyarakat Banten saat itu, bahkan Atut sampai meneteskan airmata. Sesaat kemudian penolakan itupun menjadikan ciutnya nyali, Atut seperti menjadi ragu untuk melanjutkan niatnya.
Hingga akhirnya pada suatu kenyataan terdengar berita bahwa tidak semua ulama atau pemimpin pesantren berpandangan demikian. Terbukti pula adanya pemimpin pesantren yang sangat tradisional, bahkan masjidnya diharamkan menggunakan pengeras suara justru tidak menyetujui pandangan yang demikian.
Alhasil pandangan itupun dirasakannya bagai oase di tengah padang pasir. Tulang, daging dan kulit yang sudah lemas tak berdaya, mendadak seperti kokoh dan kuat kembali. Nyalinya yang sempat ciut dan ragu bahkan berubah menjadi keberanian yang luar biasa, hingga pada suatu titik Atut merasa terpanggil untuk membuktikan dirinya berada pada jalur yang benar. Dan akhirnya waktu memang berpihak kepadanya.
Mantan ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadinda) Banten itu berhasil melewati aral dan berhasil menjadi wakil gubernur pertama di Banten mendampingi H. Djoko Munandar, melalui proses yang demokratis. Bahkan kini untuk kedua kalinya terpilih kembali untuk jabatan yang sama – menjadi Gubernur Banten periode 2012 – 2017 berpasangan dengan Rano Karno, yang pelantikannya akan segera dilakukan.
Tentu saja semua itu karena sebagian besar masyarakat, rakyat Banten khususnya masih ingin terus Hj. Ratu Atut Chosiyah berkiprah memperlopori perjuangan emansipasi di Tanah Air. Dan Atut yang tabu menelantarkan jutaan kepercayaan rakyatnya menerima kepercayaan itu. Atas keberhasilan itu, kini biarlah sejarah yang akan mencatat, mengatakan atau mungkin menyebutnya bahwa sesungguhnya Hj Ratu Atut Chosiyah itu adalah perempuan perkasa dari Banten.
Senyum, Sederhana, Sukses
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), senyum didefinisikan sebagai gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit. Dalam teks agama, senyum bernilai ibadah karena dianggap memiliki kesamaan dengan sedekah. Orang telah dianggap bersedekah hanya dengan tersenyum kepada orang lain. Tentu senyum yang dimaksud adalah senyum yang tulus dan murni.
Hj. Ratu Atut Chosiyah dengan hal seperti ini, sadar atau tidak seperti telah selalu menjalaninya. Kepada siapa saja ia seperti selalu tersenyum. Senyum yang tidak dipaksakan, senyum yang tidak dibuat-buat, senyum yang bukan basa-basi, tetapi senyum yang tulus dan menentramkan. Sehingga mampu mencitrakan pesona tersendiri sebagai seorang pemimpin yang mampu menentramkan rakyat dengan senyumannya. Kesimpulannya, kalau ada pejabat yang selalu senyum untuk rakyatnya, maka itu akan menjadikannya pemimpin yang menarik dan sesuatu yang simpatik.
Bahwa sejarah memang telah mencatat, dan akan terus mencatat kiprah Hj. Ratu Atut Chosiyah sebagai perempuan sederhana, religious, berwibawa, penuh pesona yang akan terus memperjuangkan kepemimpinan perempuan dalam politik kekuasaan dengan senyuman, semoga kiprah kali kedua perempuan yang menempuh pendidikan di SMA 12 Bandung ini sebagai Gubernur Banten, memang akan tetap mampu menginspirasi, akan terus menginspirasi kaum perempuan Indonesia di seluruh penjuru Tanah Air, untuk berjuang mengembangkan diri dan tampil menjadi sosok perempuan Indonesia berprestasi, membangun keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara tercinta.
Bahwa tak bisa dipungkiri juga aktivitas yang dilakukan itu takkan pernah mencapai kesuksesan bila tidak didukung oleh peran suami yang selalu mengingatkan, karir boleh diraih sampai ke puncak namun urusan rumah tangga harus tetap mendapat prioritas. Itu adalah sesuatu yang sangat manusiawi dan sederhana. Namun dalam pelaksanaannya memang memerlukan keteguhan yang luar biasa, terlebih karena bagaimanapun Atut juga adalah seorang istri, seorang ibu yang memiliki suami, memiliki anak-anak, yang juga memerlukan perhatian dan kasih sayang.
Kenyataannya, Atut memang terbukti seorang perempuan yang perkasa. Dimana saat Andika dan Andiara masih kecil, Atut mencurahkan sepenuhnya kasih sayang dengan menghentikan seluruh aktivitas dan konsen penuh hanya pada mengurus anak, memandikannya sendiri – hingga hampir tiga tahun tinggal di rumah dan menyusuinya hingga sampai lebih satu tahun. Bahkan keberadaan suaminya yang berprofesi pengusaha dan kerapkali tidak selalu bersama karena proyeknya di luar daerah dan sering menyita waktu, sehingga relatif waktu kebersamaan dengan keluarga sering tersita, tetap dapat diatasi dengan keharmonisan. Keharmonisan yang dijalin bertumpu pada saling pengertian, memberi kepercayaan. Sehingga sikap dan perilaku yang dibangun menghasilkan ketentraman dalam keluarga.
Perempuan yang juga akrab dipanggil “Ibu Ratu” itu, memang contoh sukses perempuan Indonesia yang tidak pernah menunjukkan lelah, mengaduh atau mengeluh, terutama dalam melayani rakyatnya. Walau mungkin ia sangat capai karena kesibukan pekerjaannya, namun semua itu tetap dijalani dengan senyum tulus dan ihlas – sudah sedemikianlah seharusnya pemimpin masa depan bangsa ini.
Sehingga kalau ada pujangga menggambarkan bahwa senyum tulus dan ihlas itu seperti magnet yang mampu memberikan kekuatan menarik perhatian bagi yang memandang. Maka senyum Hj. Ratu Atut Chosiyah itu akan tampak seperti pijaran sinar kemuliaan. Sinar yang mampu memberi terang aura bagi dirinya setidaknya dan perasaan tenteram bagi yang melihatnya. Sehingga disadari atau tidak kalau ada penilaian kerja keras dan perjuangan tak mengenal lelah yang telah menjadikannya sukses menjadi orang nomer satu di provinsi Banten dalam satu dasawarsa belakangan ini
Maka senyum Hj. Ratu Atut Chosiyah bisa diibaratkan sebagai kendaraan atau pahala dari sedekah senyum yang selalu dipancarkan terhadap rakyatnya. Dan ini sungguh merupakan citra tersendiri perempuan Indonesia di mata dunia Internasional
Andai semua pejabat pemerintah negeri ini murah senyum? Alangkah luar biasanya.
Hj. Ratu Atut Chosiyah bagi masyarakat, rakyat Banten khususnya adalah “bunga”. Bunga bangsa yang semerbak harum dan menebar mewangi. Sementara kepemimpinan dan kesuksesannya adalah “roh” kehidupan.
Semoga “bunga dan roh” itu akan terus menebar wangi, hidup dan menghidupi masyarakat, rakyat Banten khususnya yang dengan ketulusan ada di belakangnya.
Dengan senyum Hj. Ratu Atut Chosiyah selalu menyapa sesama, dengan sederhana Hj. Ratu Atut Chosiyah menjalani hidup dan bekerja, dengan sukses Hj. Ratu Atut Chosiyah mempersembahkan untuk rakyat Banten khususnya
Semoga…!
Dari Berbagai Sumber
0 Komentar
Terimakasih telah berkomentar